Rabu, 02 November 2011

laporan pendahuluan asma bronchialis & asuhan keperawatan asma bronchialis


Laporan Pendahuluan Asthma Bronkiale

a.      Definisi
Menurut Croccket (1997) Asma bronkiale didefinisikan sebagai salah satu penyakit dari sistem pernapasan yang meliputi peradangan dari jalan napas dan gejala-gejala bronkhopaaasma yang bersifat reversibel.
Asma bronchiale menurut Americans Thoracic Society dikutip dari Barata Wijaya (1990)        adalah suatu penyakit denagn ciri mendekatnya respons Thrakea dan Bronkhus terdap berbagai rangsangan  dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya berubah-ubah , baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
b.      Etiologi/factor pencetus
Alergen
            Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkanserangan asma , misalnya debu rumah , tungau debu rumah, spora jamur, serpih kilit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
Infeksi saluran napas
Infeksi saluran napas terutama oleh bakteri influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkiale.Diperkirakan 2/3 pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulakn oleh infeksi saluran napas. (Sundaru, 1991)
Stress psikologik
Stress psikologik bukan berarti penyebab asma tetapi sebagai pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi tidak menjadi penderita asma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannnya.Hal ini lebih menonjol pada wanita dan ank-anak.( Yunus,1994)
Olahraga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asama bronkiale akan mendapatkan asma apabila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma .serangan asma karena kegiatan jasmani terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
Obat-obatan
            Beberapa pasien asma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicilin ,salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara debu, asap pabrik, /kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran sulfur dioksida dan oksida foto kemikal, serta bau yang tajam.


Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah lingkungan kerja(Sundaru H. 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat pekerjaan yang dapat mencetuskan serangan asma seperti di bawah ini :
Pencetus:
1.Bulu dan serpih binatang
2.Enzim bakteri sublitis
3.Debu kopi dan teh
4.Debu kapas
5.Toluen diisosianat
6.Debu gandum dan padi-padian
7.Amoniak , sulfur dioksida, asam klorida, klorin
8.Garam platina
9.Ampisilin

Lokasi :
1.Laboratorium hewan dan peternakan
2.Industri detergen
3.Pengolahan kopi dan teh
4.Industri tekstil
5.Industri plastik
6.Pabrik roti, gudang gandum, dan padi-padian
7.Industri kimia dan perminyakan
8.Pemurnian platina
9.Industri obat-obatan
8.Lain-lain
Selain faktor-faktor tersebut diatas masih terdapat faktor-faktor yang mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu lembab, terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium glutamat), bahan pengawet makanan, zat pewarna kuning, dan beberapa keadaan dapat memperberat serangan asma seperti sinusitis, rinitis dan regurgitasi asam lambung.Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien, jenis kelamin, bakat alergi, bunga ,keturunan, lingkungan dan faktor psikologi. Berbagai maslah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung pada usia , pekerjaan, dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.
c.     Jenis Asma dan Patofisiologinya
1)   Asma bronkhiale alergik
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makofrag yang bekerja sebagai antigen presenting cells(APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke permukaan sel dan ditangkap oleh MCH dan membentuk sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (IL-1) mengaktifkan sel Th, melalui  penglepasan oleh sel Th. Yang diaktifkan kepada sel B diberikan signal untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk Ig-E.Ig-e yang terbentuk diikat mastoit yang ada dalam jaringan dan basofil yang adadalam sirkulasi.Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk ig-E.Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk ig-E tetapi dengan afinitas yang lemah.orang yang sudah memiliki sel-sel matosit dan basofil dengan Ig-E pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yangsama , alergen yang masuk ke tubuh akan diikat oleh Ig-E yang sudah ada pada permukaan mastoit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali di keluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik yaitu histamin , eosinopil, ECF-A, NCF, trypase dan kinin. Efeknyang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi bronkus oleh histamin.
Menurut konsep masa kini asma adalah suatu penyakit peradangan saluran napas ( samsuridjal&brata wijaya, 1994 : sudaru 1996) yang disertai kepekaan saluran napas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus (BHR). Sifat peradangan pada asma khas yaitu adanya tanda-tanda peradangan saluran napas disertai infiltrasi sel eosinofil.Hiper aktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (Konstriksi) bila terpapar bahan/ faktor dengan kadar apa, misalnya alergen ( inhalan, kontaktan0 polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa irutan maupun yang berupa irutan (sundaru, h hal. 27, 1996). Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper reaktifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus kronik .sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asma bronkhiale sebagai bronkitis kronik eosinofil hiper sensitivitas berhubungan dengan derajat berat penyakit. Di klinik adanya hiper reaktivitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Bronkhus pada pasien asma mengalami oedema di mukosa dan dindingnya , iflirtasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran napas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asma bronkiale adanya penyumbatan saluran napas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus.
Akibat dari bronkhopasme , oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannnya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi ( whezzing ) dan batuk yang produktif.

2)   Asma bronkhiale non alergenik
Asma bronkhiale non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluaran napas atas , olahraga atau kegiatan jasmani yang berat , serta stress psikologis . serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blikade adregenik beta dan hiperreaktifitas adregenik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adregenik beta lebih dominan dari pada adrergenik alfa.Pada sebagian penderita asma aktifitas adregenik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkho konstriksi sehingga menimbulkan sesak mapas.Reseptor adregenik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga massenger kedua. Bila reseptor ini dirangsang , maka enzim adenyl-cyclasetersebut diaktifkan dan akan menghasilkan ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi oto-otot polos bronkhus , menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adregenik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkho konstriksi, hiper sekresi kelenjar mukus dan oedema kelenjar mukus bronkhus sehingga menimbulkan sesak napas.Hal ini dikenal dengan teori blokade adregenik beta.(Baratawidjaja, 1990).
d.  Manifestasi Klinik
Selama serangan asma , klien mengalami dispnea dan tanda-tanda kesulitan pernapasan . permulaan tanda-tanda serangan terdapat sensasi konstriksi dada (dada terasa berat), whezing , batuk non produktif, takikardi dan takipnea.Beratnya asma dapat dapat diklasifikasikan dalam ringan , sedang, dan berat tergantung gejala- gejala. Sistem skoring diberikan untuk mengklasifikasikan tersebut.
1)   Skore maksimum       : 12
Asma ringan               : 1 – 5
Asma sedang             : 6 – 8
Asma berat                : 9 – 12
Variable PEFR      =  
 Harga PEFR tertinggi – harga PEFR terendah    X 100%
                                                     Harga PEFR tertinggi

    PEFR     : Peak Expiratory Flow Rate
    APE       : Arus Puncak Respirasi
e.  Pengelolaan
            Episode asma akut (serangan asma) dapat termasuk kedaruratan medis. Intervensi medis untuk episode ini secara primer bertujuan:
1. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan bronkospasme atau membersihkan secret yang berlebihan atau yang tertahan.
2.  Memelihara keefektifan pertukaran gas.
3. Mencegah komplikasi seperti gagal nafas akut dan status asmatikus.
Obat-obatan yang dapat dipakai meliputi bronkodilator dan antiimflamasi atau keduanya.
Obat antiimflamasi meliputi:
• Kortikosteroid
• Sodium kromolin
• Antiimflamasi lainnya
Obat bronkodilator:
• Adrenergik:
  
 Epinefrin
  
 Efedrin
  
 Isoproterenol
  
 Beta adrenergic agonis selektif
•Nonadrenergik:
 
 Teofilin
 
 Aminofilin
•Perlu juga diberikan oksigen
f.       Pemeriksaan Diagnostik :
1)      Darah : kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat.
2)      Gas darah arteri : penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya PaCO2 meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas.
3)      Faal paru : menurunnya FEVI.
4)      Tes kulit : untuk menentukan jenis allergen

  Askep pada pasien dengan asthma bronkhiale
  Pengkajian
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
·         Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
·         Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
·         Kaji riwayat pekerjaan pasien.
v  Aktivitas
·         Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
·         Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
·         Tidur dalam posisi duduk tinggi.
v  Pernapasan
·         Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
·         Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
·         Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
·         Adanya bunyi napas mengi.
·         Adanya batuk berulang.
v  Sirkulasi
·         Adanya peningkatan tekanan darah.
·         Adanya peningkatan frekuensi jantung.
·         Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
·         Kemerahan atau berkeringat.
v  Integritas ego
·         Ansietas
·         Ketakutan
·         Peka rangsangan
·         Gelisah
v  Asupan nutrisi
·         Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
·         Penurunan berat badan karena anoreksia.
v  Hubungan sosal
·         Keterbatasan mobilitas fisik.
·         Susah bicara atau bicara terbata-bata.
·         Adanya ketergantungan pada orang lain.
v  Seksualitas
·         Penurunan libido.
v  Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
Ø  Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Ø  Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Ø  Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
v  Intervensi
v  Diagnosa Keperawatan 1 :
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Sesak berkurang
• Batuk berkurang
• Klien dapat mengeluarkan sputum
• Wheezing berkurang/hilang
• TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
·         Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
·         Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
·         Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
·         Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
·         Berikan air hangat.
R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
·         Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
·         Diagnosa Keperawatan 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
·         Pola nafas efektif
·         Bunyi nafas normal atau bersih
·         TTV dalam batas normal
·         Batuk berkurang
·         Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
·         Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
·         Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
·         Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
·         Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
·         Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
·         Kolaborasi
v   Berikan oksigen tambahan.
v   Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
·         Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
• Keadaan umum baik
• Mukosa bibir lembab
• Nafsu makan baik
• Tekstur kulit baik
• Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
• Bising usus 6-12 kali/menit
• Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
·         Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
·         Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
·         Timbang berat badan dan tinggi badan.
R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
·         Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
·         Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
·         Kolaborasi
v  Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
R/ Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
v  Berikan obat sesuai indikasi.
v  Vitamin B squrb 2×1.
R/ Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
v  Antiemetik rantis 2×1
R/ untuk menghilangkan mual / muntah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar